Mengenal Suhail bin Amr
Suhail bin Amr adalah pemimpin bani amir, dikenal juga dengan Abu
Yazid. Ia mempunyai kemuliaan dan kedudukan tinggi di kalangan kaum
Quraisy, layaknya Abu Jahal, Uthbah bin Rabiah, Abu Sufyan, dll.
Anak laki-lakinya bernama Abdullah dan Abu Jandal. Anak perempuannya,
Sahlah, istri dari abu hudzaifah yang merupakan anak dari Uthbah bin
Rabiah. (Mungkin ada lagi, tapi setelah mencari kesana kemari, yang saya tahu hanya tiga ini)
Kemampuan berpidato dan diplomasinya sudah sangat dikenal. Ia juga
ingin mewariskan kemampuannya itu ke kedua anak laki-lakinya. Karena
itu, setiap kali suhail berjalan-jalan atau menghadiri
pertemuan-pertemuan pembesar Quraisy, Abdullah dan Abu Jandal selalu
dibawa besertanya.
Polemik karena keislaman keluarganya
Ketika Rasulullah menyerukan islam di Makkah, Suhail bin Amr termasuk
salah satu orang yang sangat kekeuh menentang islam. Ia senantiasa
menghasut orang-orang agar membenci Rasulullah, dengan berpidato
kemana-mana.
Tetapi ternyata, anak-anaknya, abdullah dan sahlah (istrinya abu
hudzaifah), justru adalah orang yang pertama-tama masuk islam. Tidak
lama kemudian, Suhail mengetahuinya. Kalau yang Sahlah, kepergok ketika
shalat. Sedangkan abdullah, memang berani mengkonfrontasi Suhail dengan
menyatakan keislamannya, yang ketika itu berkata (keren lah ini),
“Mana yang lebih kau sukai, lawan yang berani, terhormat dan
berintegritas, atau pengikut yang pengecut yang tidak mempunyai
integritas?”
“Jelas yang pertama, tapi yang terbaik adalah sekutu yang berintegritas.”
“Ketahuilah ayah, bahwa saya adalah muslim.”
Dan akhirnya Abdullah diusir, tidak diakui sebagai anak lagi.
Sedangkan Abu Jandal, yang sebenarnya sudah islam juga, masih
menyembunykan keislamannya di depan ayahnya. Dia anak yang sangat patuh,
Suhail pun sangat menyayanginya. Sepertinya terselip agenda dakwah
dibalik kepatuhan Abu Jandal ini. Tapi Suhail masih saja bebal.
Abdullah hijrah ke habasyah lalu pulang lagi ke Makkah karena mengira
islam telah menang. Ketika kembali ke Makkah, Suhail mengatur tipudaya
untuk menangkap Abdullah. Abu jandal yang sudah tidak tahan lagi,
akhirnya mengungkapkan pada ayahnya bahwa ia juga telah islam. Suhail
marah, dan memenjarakan kedua anaknya itu, Abdullah dan Abu Jandal.
Perang Badr dan Menjadi Tawanan
Ketika perang badar, Suhail termasuk baris depan pasukan Quraisy (sejenis panglima mungkin).
Sebelum Suhail berangkat perang, anaknya, Abdullah, berpura-pura
menyerah dan akan mengikuti Suhail berperang membela Quraisy. Suhail pun
membebaskannya. Tapi di medan perang, Abdullah kabur dari pasukan
Quraisy dan kembali berpihak ke Rasulullah.
Singkat cerita, kaum musyrikin quraisy kalah di perang badar, dan
Suhail menjadi tawanan. Saat ditawan, ia melihat bagaimana muslim sangat
baik dalam memperlakukan tawanan perang. Setelah tebusannya dibayar,
Suhail pun akhirnya dibebaskan.
Ada riwayat mengatakan, sewaktu Suhail tertawan setelah perang Badar,
Umar bin Khattab segera menuju kearahnya dan hendak mematahkan giginya
agar tidak bisa lagi berpidato untuk menghasut orang dan menebar fitnah (ditonjok mungkin maksudnya), tapi Rasulullah mencegahnya dan bersabda kepada Umar,
“Biarlah. Mungkin suatu ketika gigi itu akan membuatmu senang.”
Akhirnya Suhail bin Amr dibiarkan hidup dan masih terus memerangi kaum Muslimin.
Negosiator Perjanjian Hudaibiyah
Di akhir tahun keenam hijrah, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya
pergi ke Makkah untuk melakukan umrah. Keberangkatan mereka ini
diketahui oleh Quraisy, hingga mereka pergi menghadang. Mereka bermaksud
menghalangi kaum Muslimin berangkat ke kota Makkah. Utusan Quraisy
datang silih berganti kepada Rasulullah untuk melarang kaum muslimin
melakukan umrah, dengan berbagai ancaman dan lain lain. Tapi, mereka
tidak bisa berbuat apa-apa karena keteguhan hati Rasulullah dan kaum
muslimin.
Karena para pembesar Quraisy tidak mengerti-mengerti juga, akhirnya
Rasulullah mengutus Utsman bin Affan. Tapi Utsman tak kunjung kembali
dan tersiar kabar kalau Utsman di bunuh. Mendengar itu, kaum muslilim
berbai’at tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum memerangi Quraisy.
Belakangan diketahui berita itu tidak benar dan Utsman pun kembali dengan
selamat.
Quraisy yang panik dan ketakutan akhirnya mengutus Suhail bin Amr
untuk bernegosiasi dengan Rasulullah. Terjadilah perundingan yang
berlangsung lama di antara mereka. Dengan pongahnya ia menolak ketika
Rasulullah meminta perjanjian itu dibuka dengan
“Bismillahirrahmanirrahiim.” Ia berkata,
“Demi Allah aku tidak tahu, siapa itu Ar Rahman? Tetapi tulislah Bismika Allahumma !”
Rasulullah mengalah. Kemudian ketika dituliskan, “Muhammad, utusan Allah.” Suhail langsung berkata,
“Andaikata kami yakin bahwa engkau Rasulullah, kami tidak akan
menghalangimu masuk Masjidil Haram dan tidak pula memerangimu. Karena
itu tulislah Muhammad bin Abdullah !”
Rasulullah kembali mengalah dan memerintahkan Ali untuk menggantinya
seperti permintaan Suhail. Dalam perundingan ini Suhail berusaha hendak
mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya untuk Quraisy. Dan sepintas, ia
terlihat berhasil, karena isi perjanjian itu seolah olah sangat
merugikan kaum muslimin dan menguntungkan Quraisy.
Seketika setelah perjanjian itu disepakati, Abu Jandal yang berhasil
melarikan diri dari makkah datang hendak menemui Rasulullah. Tapi dengan
bermodalkan perjanjian itu, Suhail memaksa Abu Jandal untuk kembali
lagi ke Makkah bersamanya, dan Rasulullah serta kaum muslimin tidak
dapat mencegahnya, selain menasihati Abu Jandal untuk bersabar, karena
Allah akan memberikan baginya kemudahan dan jalan keluar.
Fathul Makkah dan Islamnya Suhail bin Amr
Suhail beserta Shafwan bin Umayyah menghadang pasukan Khalid ketika
fathul Makkah. Namun, karena kekuatannya sedikit, maka akhirnya mereka
kabur. Suhail bersembunyi di rumahnya. Abdullah dan Abu Jandal
mendatanginya dan mengajaknya untuk menyerah dan berislam. Karena Suhail
masih sangat takut, mengingat ia sangat memusuhi islam sebelumnya, ia
tidak berani datang, hingga akhirnya kedua anaknya memberikan jaminan
keamanan untuknya.
Rasulullah amat pengasih, dengan sikap yang sangat lembut, beliau menyerukan ,
“Semua kalian bebas..”
Segenap penduduk makkah yang dihantui ketakutan pun menjadi lega,
begitu pula dengan Suhail. Ia terpesona dengan kebesaran Nabi Muhammad
dan kebesaran islam. Hal ini menyadarkannya, sehingga ia menyerahkan
dirinya kepada Allah dengan berislam dengan sebenar-benarnya.
Meninggalnya Rasulullah SAW
Ketika Rasulullah meninggal, beberapa kabilah mulai murtad dan
sebagian warga Mekkah mulai goyah. Jika di Madinah ada Abu Bakr dengan
pidatonya yang menguatkan kaum muslimin, maka di Makkah bangkitlah
Suhail bin Amr sebagai orator ulung yang menyeru kepada kaumnya,
“Wahai penduduk Makkah. Janganlah kalian menjadi manusia yang
paling akhir masuk ke dalam Islam, dan menjadi orang pertama yang
murtad.
…
Muhammad hanyalah manusia biasa yang telah diutus untuk menyampaikan amanah, menasihati umat.
Islam telah menjadi agama yang Kaffah, yang menjadi pedoman dalam perbuatan seperti apa yang telah Rasulullah SAW lakukan.
Demi Allah, agama ini akan menyebar luas dari ujung timur hingga ke barat.
Maka janganlah kalian terpengaruh oleh orang-orang munafik.
…”
(terharu :') )
Dan benarlah Rasulullah, bahwa Suhail bin Amr suatu saat nanti
melakukan sesuatu yang menyenangkan kaum muslimin dengan lisannya.
Masa Khalifah Umar
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, Suhail bersama beberapa
pembesar Quraisy yang telah memeluk Islam, di antaranya Abu Sufyan akan
menemui khalifah, tetapi mereka tertahan karena Umar belum
mengijinkannya. Beberapa saat kemudian muncul beberapa orang yang
dulunya adalah budak, tapi langsung diijinkan masuk oleh Umar. Abu
Sufyan terlihat marah melihat perlakuan Umar tersebut, tetapi Suhail
berkata,
“Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah melihat apa yang ada di
wajah kalian. Sekiranya kalian ingin marah, marahlah pada diri kalian
sendiri. Kita semua diseru kepada Islam, mereka bersegera menyambutnya,
tetapi kalian terlambat. Sungguh keutamaan yang telah mereka peroleh
dahulu lebih banyak yang terluput dari kalian, daripada sekedar
keistimewaan pintu Umar yang kalian berlomba memasukinya.”
Suhail sangat mencintai kampung halamannya, Makkah. Tetapi, setelah
kemenangan kaum muslimin di Syria, ia sudah meneguhkan hati ia akan
berjihad di jalan Allah sampai ajal menjemputnya. Ia berkata,
“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Ketekunan seseorang pada suatu saat dalam perjuangan di jalan Allah, lebih baik baginya daripada amal sepanjang hidupnya.’
Maka sungguh Aku akan berjuang di jalan Allah sampai mati, dan takkan kembali ke Makkah!”
Ia pergi ke Syria untuk turut mengambil peran dalam peperangan
disana, perang Yarmuk melawan bizantium. Setelah penaklukan syam, ia
bergabung dengan pasukan yang berjaga di garis depan di Syam, dan
menghabiskan sisa waktunya disana sampai ia meninggal karena penyakit
tha’un. Inilah akhir kehidupannya, yang Allah telah mengganti keburukan
keburukan yang dilakukan Suhail dengan kebaikan kebaikan.
Sosok islamnya Suhail bin Amr
Suhail adalah sahabat yang banyak melakukan shalat, puasa, dan
sedekah. Ada yang mengatakan bahwa dia selalu berpuasa dan shalat
tahajjud hingga kondisinya terlihat lusuh dan berubah. Dia banyak
menangis jika mendengar ayat-ayat Al Qur`an.
Beberapa sahabat dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata,
“Tidak ada satu pun pembesar Quraisy yang belakangan masuk Islam,
lalu masuk Islam ketika Fathul Makkah, yang lebih banyak shalatnya,
puasanya, dan sedekahnya daripada Suhail. Bahkan tidak ada yang lebih
semangat terhadap hal-hal yang mendukung kepada akhirat dibandingkan
Suhail bin Amr.”
Bagaimana dengan kesungguhan Suhail dalam islam? Ia pernah berkata,
“Demi Allah. Saya tidak akan biarkan satu tempat pun yang di situ
saya berada bersama kaum musyrikin melainkan saya berada di sana bersama
kaum muslimin seperti itu juga. Tidak ada satu pun nafkah yang dahulu
saya serahkan bersama kaum musryikin melainkan saya infakkan pula kepada
kaum muslimin yang serupa dengannya. Mudah-mudahan urusanku dapat
menyusul satu sama lainnya.”
Dulu ia tekun berdiri di depan berhala-berhala, maka setelah islamnya
ia pun berbuat lebih dari itu di hadapan Allah. Ia senantiasa
beribadah, mensucikan diri dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Dulu ia
berperang bersama orang-orang musyrik menghadapi islam, maka setelah
islamnya ia pun tampil sebagai mujahid yang gagah berani di barisan
tentara islam.
Walaupun Suhail bin Amr baru berislam saat fathul makkah dan bukan
sebelumnya, tetapi kita lihat keislaman dan keimanannya begitu tinggi,
hingga dapat menguasai keseluruhan dirinya dan merubahnya menjadi
seorang mujahid yang mati-matian berkorban di jalan Allah dengan harta
dan jiwanya. Islam telah menempa dirinya, dengan semua bakat dan
karakternya, ketika di sibghah dengan islam, terpaculah seluruhnya untuk
menegakan kebenaran, dan senantiasa dalam keimanan. Masya Allah :')
Banyak yang bisa di ambil dari kisah ini :
- Kisah Suhail bin Amr yang tadinya sangat membenci islam dan akhrinya menjadi sangat mencintai islam, merupaka bukti Allah akan kekuasaan Allah dalam memberikan hidayah kepada setiap hambanya. Hal yang hampir serupa tidak hanya terjadi pada Suhail bin Amr tetapi juga pada Khalid binWalid yang mendapatkan julukan pedang Allah. Lalu ada Wahsyi bin Harb seorang bekas budak kulit hitam yang menjadi terkenal karena mampu membunuh seorang yang sangat di cintai Nabi Muhammad SAW yaitu pamanya yang memiliki julukan "Singa Allah" yakni, Hamzah bin Abdul Muthalib dan Wahsyi bin Harb juga berhasil membunuh Musailamah al-Kazzab seorang yang mengakui sebagai Nabi, orang yang sangat dibenci oleh umat islam. Dan masih banyak lagi kisah sahabat Nabi Muhamaad SAW yang mendapatkan hidayah islam.
- Selain kisah Suhail bin Amr, kisah di atas juga sangat menonjolkan kisah antara 2 putra Suhail bin Amr yaitu Abdullah dan Abu Jandal. Keduanya sama-sama memiliki rasa cinta terhadap islam. Tetapi diantara Abdullah dan Abu Jandal sangat memiliki perbedaan karakter. Abdullah yang sangat pemberani dan Abu Jandal yang sangat patuh. Dua orang
anak yang dengan berat hati harus memerangi ayah yang mereka cinta. Namun akhirnya bisa berkumpul bersama ayahnya kembali dan berpeluk mesra dalam naungan Islam, inilah saat-saat romanti di keluarga Suhail bin Amr. Saat-saat
“sedih” kembali mereka alami saat Abdullah bin Suhail syahid di perang
Yamamah, namun inilah yang membakar semangat Abu Jandal dan Suhail sang
ayah untuk segera menyusul Abdullah untuk berjihad di jalan Allah.
:')
Matur nuwun untuk refrensi tulisanya Kisah Suhail bin Amr .